Sejak Pukat Harimau Dilarang, Banyak Nelayan Beralih Pakai Bubu Kerapu

Share this:
BMG
Sejumlah kapal nelayan sedang sandar di dermaga tradisional Pangkalansusu, Langkat.

PANGKALANSUSU, BENTENGLANGKAT.com– Saat pemerintah melarang penggunaan peralatan tangkap pukat cantrang atau pukat harimau, di Pangkalanbrandan dan Pangkalansusu, Kabupaten Langkat, nelayan tidak kehabisan akal. Mereka beralih menggunakan bubu kawat untuk peralatan tangkapan ikan di dasar laut dengan kedalaman 40-70 meter ke dasar laut.

Bubu ikan dasar laut ini berupa keranjang kawat logam yang memiliki pintu. Bagian dalamnya diberi batu bulat sebagai pemberat untuk menghindari hanyut terbawa arus di dasar laut setelah bubu-bubu penangkap ikan diturunkan ke dasar laut.

Ini dikenal dengan boad kerapu, karena ikan kerapu berada dalam kedalaman dasar laut, dan bubunya disebut bubu ikan kerapu.

“Tapi bukan ikan kerapu saja yang masuk, melainkan banyak jenis ikan dasar yang bisa masuk perangkap bubu kerapu,” ucap Dedek, nelayan tangkap ikan kerapu di jalan nelayan Pangkalansusu, Langkat, Jumat (6/7/2018).

Dijelaskan Dedek, bubu kerapu mulai banyak digandrungi nelayan setelah ada larangan penggunaan pukat cantrang maupun pukat harimau.

“Pemerintah melarang, tetapi pengganti alat tangkapnya tidak diberikan. Daripada menganggur, yah terpaksa nelayan membuat bubu perangkap ikan dasar,” ujarnya.

Dalam memburu ikan dasar ini, nelayan melaut ke laut tengah atau selat yakni perbatasan perairan Indonesia/Malaysia. Waktu tangkap pergi hingga pulang ditargetkan 7 hari dengan biaya operasional berkisar Rp4 juta dengan 4 anak buah kapal (ABK).

“Jika berhasil banyak tangkapan, anak buah kapal bergaji Rp100 ribu-Rp120 ribu per orang. Jika laut ribut atau angin kencang, nelayan tidak berhasil, dan berhutang kepada juragan,” tandas Dedek dan nelayan lainnya.

Share this: