Berebut Lahan Hutan Mangrove di Desa Securai, Antara Warga dan Pengusaha Sawit 

Share this:
BMG
Kawasan hutan Mangrove dilindungi di Desa Securai, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, yang telah dialih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

BABALAN, BENTENGLANGKAT.com-Kasus sengketa lahan antara warga Desa Securai Selatan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, dengan salah satu pengusaha ternama di Kota Medan, kemarin siang nyaris berujung bentrok. Sengketa lahan seluas 145 hektare (ha) di kawasan Hutan Mangrove, pesisir pantai Desa Securai, yang diperebutkan antara warga dengan pengusaha ternama di Medan itu, sudah terjadi sejak puluhan tahun.

Masyarakat yang mengatasnamakan Kelompok Tani Securai Indah itu sudah menanami daerah pinggiran pantai dengan tanaman palawija dan tanaman keras untuk pelestarian Hutan Mangrove, bersama dengan Dinas Kehutanan Perwakilan Kabupaten Langkat.

Informasi diperoleh, kericuhan hampir saja terjadi ketika kedatangan Kelompok Tani ke lahan sengketa bersama dengan Perwakilan Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat, guna memverifikasi lahan Mangrove yang sudah beralih fungsi dengan tanaman sawit yang dilakukan oleh pengusaha. Namun, saat kelompok tani masuk ke lahan sengketa, beberapa pengacara yang disewa pengusaha berusaha menghadang, sehingga terjadi adu mulut antara pihak kelompok tani dengan pihak pengusaha.

Merasa tidak puas, sebanyak 4 orang pengacara perusahaan pribadi tersebut akhirnya langsung mendatangi perwakilan Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat yang pada saat itu berada di lokasi. Para pengacara itu mengklaim bahwa lahan sengketa itu merupakan hak milik salah seorang pengusaha di Sumatera Utara dan sudah memiliki surat resmi sesuai Undang-Undang Pengelolaan Mangrove Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati serta ekosistemnya, sehingga tidak bisa dikeluarkan surat resmi atas kepemilikan tanah, karena berada di areal kawasan hutan.

Dijelaskan bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem tempat berkembangbiaknya benih-benih hewan, seperti, ikan, udang dan kepiting. Jadi, jika keberadaannya telah musnah, maka dipastikan hewan laut juga akan ikut musnah. Selain itu, kawasan hutan mangrove juga merupakan sarana penahan banjir bagi daerah tepian laut.

(Baca: Sengketa Lahan di Serapit, PT Amal Tani Diberi Waktu 4 Hari)

Sementara, menurut salah seorang anggota kelompok tani bernama Emma, penguasaan lahan yang dilakukan warga bukan tidak beralasan. Hal ini sesuai instruksi Presiden yang diteruskan oleh Kementerian Kehutanan.

“Bahwa daerah pinggiran pantai tidak boleh alih fungsi karena akan mengakibatkan punahnya ekosistem laut, sehingga harus kembali dihutankan,” ucap Emma.

Untuk itu, Dinas Kehutanan Kabupaten Langkat diminta harus meninjau kembali kepemilikan surat tanah hutan mangrove tersebut, dan mengimbau warga dan pengusaha agar menghormati hukum yang berlaku sehingga tidak terjadi bentrok fisik nantinya.

Share this: