JAKARTA, BENTENGASAHAN.com – Kemkominfo RI memblokir sementara aplikasi Tik Tok pada Selasa 3 Juli 2018. Menteri Kominfo Rudiantara di beberapa media mengatakan: pemblokiran ini akan dicabut setelah pihak Tik Tok melakukan perbaikan dan membersihkan konten-konten illegal. Tik Tok juga harus mengikuti peraturan Indonesia, memiliki tim monitoring dan pusat monitoring yang berada di Indonesia. Jika syarat-syarat tersebut sudah dilakukan, Kemkominfo akan membuka kembali Tik Tok.
Tik Tok memang sangat populer, Komunikonten mencatat, Per 4 Juli 2018 di Instagram tagar #Tiktok sudah digunakan sebanyak: 2.338.430, #TiktokIndo: 1.516.445 dan #TiktokIndonesia: 1.168.333. Ini jauh sekali mengalahkan tagar #AsianGames2018 yang hanya: 230.910. Artinya Tik Tok lebih populer di instagram ketimbang Asian Games. Hariqo Wibawa Satria, Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi) memberikan tujuh catatan terkait pemblokiran sementara Tik Tok:
PERTAMA, Untuk orang Indonesia pengguna Tik Tok dan pengguna medsos, ukuran dalam memproduksi dan menyebar konten adalah kepentingan nasional. Demikian juga dengan pengusaha medsos dan pengusaha aplikasi. Media sosial, aplikasi dari negara manapun harus ditegur keras bahkan diblokir permanen jika merugikan kepentingan nasional Indonesia. Komunikonten mengapresiasi pemblokiran sementara Tik Tok, kita tidak ingin bonus demografi batal terjadi, karena para remaja dirusak fokusnya oleh konten-konten negatif.
KEDUA, selain di Tik Tok, konten berbahaya juga banyak sekali di youtube, twitter, instagram, facebook, google, diantaranya konten yang mengadu domba pendukung tokoh, antarumat bergama, internal umat seagama, fitnah, hoax, ujaran kebencian, pornografi, kekerasan, dll.
Namun konten-konten berbahaya tersebut lambat sekali dihapus oleh para pengusaha media sosial, bahkan ada video yang menghina tiga agama sekaligus tidak juga dihapus oleh youtube, padahal sudah empat tahun video tersebut ditonton di youtube. Dimana Pemerintah, Badan Siber, dll. Disini konsistensi Kemkominfo dipertanyakan. Kami sudah menyampaikan ini, baik saat dialog di televisi bersama Dirjen Aptika Kemkominfo maupun di media sosial. Tetapi hingga rilis ini kami tulis, konten berbahaya tersebut belum juga dihapus. Ini bukti protes kami pada 18 Juni lalu – https://twitter.com/hariqo/status/1008581716687052801
KETIGA, mengenai kewajiban adanya tim monitoring atau pusat monitoring yang berada di Indonesia, apakah aplikasi lain atau pihak media sosial sudah punya. Apakah youtube, facebook, instagram, twitter bahkan google sudah memilikinya?. Jika sudah, kenapa masih banyak sekali konten berbahaya di medsos yang belum juga dihapus. Jika belum, mengapa Kemkominfo tidak memblokir sementara seperti yang diterapkan pada Tik Tok.
KEEMPAT, Komunikonten sudah sejak tiga tahun lalu menyampaikan bahwa untuk menghapus konten berbahaya, pengusaha media sosial tidak bisa mengandalkan sistem, kecerdasan buatan, tetapi juga harus manual. Tantangannya minimal dua; siapa yang menyediakan tenaga monitoring ini?. Jawabannya bisa pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat.
Kami yakin banyak sekali anak muda Indonesia yang bersedia menjadi relawan penghapus konten yang merugikan NKRI, tinggal dibuat standar kerjanya. Pertanyaannya, bisakah Pemerintah melalui para relawan tersebut menghapus langsung sebuah konten tanpa “restu” dari pengusaha media sosial?. Ini titik masalahnya di banyak negara.
Untuk kita sadari, pembuat video Tik Tok memanfaatkan instagram, twitter, youtube, facebook untuk menyebarkan hasil karyanya. Pembuat video Tik Tok yang mayoritas adalah remaja tentu tidak semuanya mampu menilai apakah videonya berbahaya atau tidak, jadi tanggungjawab monitoring juga ada di instagram, twitter, youtube, facebook, namun mereka tidak melakukan itu dengan baik.
KELIMA, Selain hal negatif, Tik Tok banyak juga dimanfaatkan untuk mempopulerkan sebuah lagu dan produk. Lagu Asian Games 2018 yang dinyanyikan Via Vallen bisa lebih populer jika dibuat video Tik Toknya. Sisi positif Tik Tok yang perlu diperhatikan serius adalah, adanya keinginan remaja Indonesia untuk berpindah atau hijrah dari sekedar penyebar konten menjadi pembuat konten. Semangat ini yang harus ditanggkap oleh kita semua, mereka harus diperkuat wawasannya agar-agar konten-konten video yang mereka produksi benar dan bermanfaat. Di Instagram saja tagar #Tiktok sudah digunakan sebanyak 2.338.430 dan #TiktokIndo: 1.516.445 dan #TiktokIndonesia: 1.168.333. Ini jauh sekali mengalahkan tagar #AsianGames2018 yang hanya: 230.910
KEENAM, idealnya sebelum menggunakan sebuah aplikasi atau membuat akun media sosial ada proses tanya tanya jawab antara penyedia aplikasi atau pengusaha medsos dengan calon penggunanya. Singkatnya term of use saat sebelum seseorang membuat akun media sosial sebaiknya diubah dalam format tanya jawab, tujuannya agar lebih tertanam di pikiran pengguna mengenai apa yang boleh dan dilarang dilakukan dengan media sosial.
KETUJUH, Langkah pencegahan lainnya adalah memberikan peringatan sebelum sebuah konten diunggah oleh pengguna medsos, misalnya dengan kalimat ‘apakah anda yakin konten yang anda unggah benar?’, atau ‘apakah anda sudah memeriksa konten yang anda unggah tidak melanggar ketentuan Twitter/Instagram/Facebook/Youtube?,” Dengan adanya peringatan ini pengguna media sosial ada jeda waktu untuk memikirkan ulang apakah konten yang akan diunggah benar, atau lebih jauh tidak mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Memang ini mengurangi kecepatan, namun saya yakin ini cukup efektif untuk mengantisipasi kesalahan. Tidak mudah mengintervensi pengusaha media sosial, disinilah Kemkominfo diuji konsistensinya dan memerlukan dukungan masyarakat. Kita semua terus menunggu aplikasi, media sosial ataupun mesin pencari karya anak Indonesia.