Kondisi Jalan Binjai-Kuala Berlubang, Sesak Debu dan Pernah Makan Korban Jiwa

Share this:
BMG
Kondisi jalan Binjai-Kuala, Kabupaten Langkat, tampak berlubang dan sesak debu, Minggu (15/7/2018).

KUALA, BENTENGLANGKAT.com– Perhatian pemerintah yang minim terhadap kondisi di sejumlah ruas jalan di Kabupaten Langkat telah mengakibatkan jatuhnya korban hingga meninggal dunia sekitar setahun lalu. Seperti kondisi jalan di kawasan Binjai-Kuala, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, hingga kini belum diperbaiki.

Sebagaimana diungkapkan seorang wanita paruh baya Fatma, warga Kelurahan Lau Pulga Langkat. Wanita yang kesehariannya berjualan ini mengatakan setiap hari melalui jalan Binjai-Kuala, jalan sepanjang 3 kilometer ini belum pernah dijamah aspal lagi.

“Pernah di jalan ini ada orang meninggal dunia di tempat, gara-garanya ya mau menghindari lubang, rupanya terjatuh dan ketabrak sama pengendara lain. Sudah ada setahun lalu kejadinnya. Sampai sekarang ya tetap saja kek gini. Parahnya lagi tebal kali pun kabut debunya,” keluh Fatma, Minggu (15/7/2018).

Fatma yang mengaku loyalis Bupati Langkat dua periode, Ngogesa Sitepu itu tak dapat menyimpan rasa kecewa  berat. Ia merasa telah diingkari dengan janji-janji kampanye soal akan dilalukan perbaikan jalan Binjai-Kuala.

“Selama ini bagus lah bapak itu, saya pun dua kali pilih dia. Sama masyarakat bagus bapak itu, cuma ya soal jalan ini yang cuma janji pas kampanye saja,” keluhnya lagi.

Hal senada disampaikan warga lainnya, Tria. Ia merasakan hal senada soal jalan yang memprihatinkan. Dia mengatakan, selain jalan rusak, kondisi penerangan di jalan yang merupakan kawasan perkebunan sawit ini tidak ada. Tia sering takut melintas karena khawatir jadi korban perampokan dan tindak kriminal lainnya.

“Abang kalau ke tengah sana debunya itu tebal kali. Terakhir kali perbaikan 2016 pernah ditambal, pakai krikil dan tanah, gak diaspal. 2017, sudah hancur lebur, gak bisa dipilih lagi jalannya. Kadang kami terpaksa mutar lewat kebun-kebun. Malam pun ngeri, gelap di sini. Gak ada lampu jalan, padahal inj jalan lintas utama juga. Apalagi ini kan juga jalan kawasan wisata,” ujarnya.

Wati, seorang siswi SMK Swasta diwawancarai mengaku dampak yang paling ia rasakan adalah debu dan lumpur dari jalanan kupak-kapik. Setiap musim hujan dia terpaksa menahan rasa malu masuk kelas dengan kondisi sepatu berlumpur.

“Jangan harap awak bisa bersih ke sekolah. Sampai kelas baju ya sudah penuh debu, apalagi kalau hujan, malu kali lah sepatu awak berlumur-lumpur sambil belajar,” ujarnya.

Amatan di lokasi, akibat kondisi jalan rusak, maka kecepatan maksimal berkendara sekitar 20 kilometer per jam. Pandangan mata dan pernafasan sangat terganggu oleh pekatnya debu. Disarankan pengendara roda dua memakai helm fullface dilengkapi masker.

Share this: