Tujuh Catatan Terkait Pemblokiran Sementara Tik Tok

Share this:
Sejumlah ABG berfoto di stand komunikonten dalam acara car free day, Jakarta baru-baru ini

Untuk kita sadari, pembuat video Tik Tok memanfaatkan instagram, twitter, youtube, facebook untuk menyebarkan hasil karyanya. Pembuat video Tik Tok yang mayoritas adalah remaja tentu tidak semuanya mampu menilai apakah videonya berbahaya atau tidak, jadi tanggungjawab monitoring juga ada di instagram, twitter, youtube, facebook, namun mereka tidak melakukan itu dengan baik.

KELIMA, Selain hal negatif, Tik Tok banyak juga dimanfaatkan untuk mempopulerkan sebuah lagu dan produk. Lagu Asian Games 2018 yang dinyanyikan Via Vallen bisa lebih populer jika dibuat video Tik Toknya. Sisi positif Tik Tok yang perlu diperhatikan serius adalah, adanya keinginan remaja Indonesia untuk berpindah atau hijrah dari sekedar penyebar konten menjadi pembuat konten. Semangat ini yang harus ditanggkap oleh kita semua, mereka harus diperkuat wawasannya agar-agar konten-konten video yang mereka produksi benar dan bermanfaat. Di Instagram saja tagar #Tiktok sudah digunakan sebanyak 2.338.430 dan #TiktokIndo: 1.516.445 dan #TiktokIndonesia: 1.168.333. Ini jauh sekali mengalahkan tagar #AsianGames2018 yang hanya: 230.910

KEENAM, idealnya sebelum menggunakan sebuah aplikasi atau membuat akun media sosial ada proses tanya tanya jawab antara penyedia aplikasi atau pengusaha medsos dengan calon penggunanya. Singkatnya term of use saat sebelum seseorang membuat akun media sosial sebaiknya diubah dalam format tanya jawab, tujuannya agar lebih tertanam di pikiran pengguna mengenai apa yang boleh dan dilarang dilakukan dengan media sosial.

KETUJUH, Langkah pencegahan lainnya adalah memberikan peringatan sebelum sebuah konten diunggah oleh pengguna medsos, misalnya dengan kalimat ‘apakah anda yakin konten yang anda unggah benar?’, atau ‘apakah anda sudah memeriksa konten yang anda unggah tidak melanggar ketentuan Twitter/Instagram/Facebook/Youtube?,” Dengan adanya peringatan ini pengguna media sosial ada jeda waktu untuk memikirkan ulang apakah konten yang akan diunggah benar, atau lebih jauh tidak mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Memang ini mengurangi kecepatan, namun saya yakin ini cukup efektif untuk mengantisipasi kesalahan. Tidak mudah mengintervensi pengusaha media sosial, disinilah Kemkominfo diuji konsistensinya dan memerlukan dukungan masyarakat. Kita semua terus menunggu aplikasi, media sosial ataupun mesin pencari karya anak Indonesia.

Share this: